Sabtu, 09 Mei 2009

Aku Vs Cosymbotus Platyurus (Cicak)

Entah kenapa…aku bisa begitu membenci dan jijik melihat ciptaan tuhan yang satu ini.
Ya…CICAK. Binatang kecil pucat pasi yg biasa tinggal di langit-langit kamar dan merayap di dinding.
Awalnya sih biasa saja, tidak ada perasaan takut sedikitpun melihat makhluk itu melenggak siang malam berjalan menyusuri tembok dan langit-langit kamarku. Sampai akhirnya….

Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. Di kamarku, tepat di dinding dimana tempat tidurku bersandar…aku melihat binatang itu tampak berbeda dari biasanya.
Ukurannya lebih besar, ada sedikit pembengkakan di bagian perutnya, warnanya seperti cokelat murni kesukaanku, cokelat tanpa campuran susu, cokelat pekat, ah tidak…hampir hitam tepatnya. Tak sedikitpun dia menggerakan badanya, makhluk itu hanya membiarkan tubuhnya menghiasi dinding kamarku. Tak usah dihiraukan. Akupun keluar kamar untuk bermain seperti halnya anak-anak lain seusiaku.

Ketika aku kembali ke kamar…
Aku tak lagi mendapati makhluk itu bergaya ala patung di dinding di atas tempat tidurku. Yang ku dapati hanyalah sketsa cicak di warnai darah yang membekas di dinding.

Aku takut. Ku periksa tempat tidurku, ku angkat bantalku.
Dan…Oh Tuhan..!!! Aku menemukannya..!!! Makhluk itu jatuh di sekitar bantalku. Badannya kaku, ada lubang di sekitar perutnya, bercak darah dan bau bangkai membuat pemandangan semakin sempurna–sempurna menjijikan.

Aku ceritakan peristiwa tragis itu pada ibu, dia bilang cicak itu baru saja melahirkan (Loh??? Sepengetahuanku binatang melata itu bertelur, bukan beranak)
Ooh..melahirkan telur barangkali maksud ibuku.

Rupanya sang pemangsa nyamuk itu sudah tak bernyawa lagi semenjak memarkirkan tubuhnya di dinding tadi. Mungkin perekatnya habis sehingga tubuhnya terjatuh. Ups, bukan perekat yg selama ini membuat nya mampu merayap di dinding tanpa terjatuh. Melainkan sekitar 500 ribu bulu halus pada telapak kakinya yang mengandung senyawa keratin (ini menurut penelitian orang lain, jangan berfikir aku yang melakukannya :D)

Segera ku minta ibu untuk membuang bangkainya dari kasurku, ku ganti sprei yg telah menjadi saksi bisu kematian sang pemangsa nyampuk yang legendaris itu. Mengapa ku katakan legendaris? Karena lagunya begitu terkenal khususnya dikalangan anak-anak.

BERHASIL…!!! Kejadian itu berhasil menyihirku menjadi seseorang yg nantinya—sampai beberapa tahun kedepan—akan sangat anti terhadap makhluk kecil itu.

Di hari-hari berikutnya semakin sering kujumpai makhluk itu tak lagi berada pada zona aman; zona dimana seharusnya dia berada.

"..cicak-cicak di dinding diam-diam merayap, datang seekor nyamuk, hap..lalu ditangkap.."
Anda tentu sudah tidak asing lagi bukan dengan lagu itu? Ya, memang dindinglah habitatnya, tempat yang sewajarnya. Namun semenjak kejadian itu…sepertinya sang cicak mulai memperluas pergaulannya. Kadang melintas di lantai, di belakang pintu, di dalam lemari, bahkan…

Siang itu aku berniat untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang anak; membantu meringankan pekerjaan ibu dengan mencuci piring dan gelas-gelas kotor.
Aku mengambil gelas berisi ampas kopi dan mengisinya dengan air agar ampasnya terbuang.
Tapi..,saat itu juga seekor makhluk kecil muncul ke permukaan gelas, megap-megap seperti orang kehabisan nafas. Siapa lagi kalau bukan cicak si makhluk nakal itu.

Menjerit dan Menjauh. Itulah gerakan refleks sebagai akibat dari rangsangan yang diterima oleh saraf sensori yang langsung disampaikan ke neuron perantara dalam tubuhku. Teman, ilmiah sekali bukan kalimat tadi :D?
Kata-kata itu terlalu bagus jika dibandingkan dengan perbuatan yang selanjutnya aku lakukan.

Aku mengurungkan niat untuk mencuci piring. Dan membiarkan barang-barang (baca : piring dan gelas kotor) beresarakan di dapur. Walhasil bukanya membantu meringankan beban ibu, malah membuatnya semakin repot. Gara-gara siapa?? GARA-GARA CICAK.

Aku pikir dua peristiwa itu sudah cukup jelas untuk mendeskripsikan bagaimana makhluk tak berdosa itu menjadi makhluk yang paling menjijikan untukku.

Sebenarnya masih banyak rentetan kejadian lain dimana pemeran utamanya adalah kami (aku dan cicak) entah siapa yang berperan sebagai tokoh protagonis dan antagonis.
Mengingat-ngingat dan menceritakannya hanyak akan membuatku bergidik.

Pantas atu tidak ketakutanku ini disebut FOBIA..aku tidak tahu.

Yang jelas, sampai saat ini perspektifku terhadap cicak sebagai makhluk aneh dan menjijikan belum bisa diubah. Namun jauh di lubuk hati yang paling dalam (lebaay :D) ada keinginan untuk berdamai dengan binatang yang nama latinnya Cosymbotus Platyurus itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar